Mengupas Perdebatan Power Wheeling dan Perspektif Baru bagi PLN
Sementara negara tetangga sudah melangkah maju dengan inovasi di sektor energi, Indonesia masih terjebak dalam perdebatan seputar Power Wheeling yang seolah tak kunjung selesai. Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (EBET), misalnya, terhambat oleh kontroversi ini. Tapi apa sebenarnya Power Wheeling, dan mengapa banyak pihak begitu memperdebatkannya?
Indonesia tertinggal di belakang Vietnam, Thailand, dan Malaysia yang sudah mulai bereksperimen dengan skema ini. Di artikel ini, saya ingin membahas perdebatan yang ada, serta menawarkan perspektif baru yang bisa mengubah PLN dari yang awalnya dianggap sebagai korban menjadi pihak yang justru diuntungkan.
Sebelum lebih jauh, mari kita pahami dulu dasar Power Wheeling. Singkatnya, ini adalah skema di mana pembangkit listrik swasta (IPP) bisa menjual listrik langsung ke konsumen, tapi listriknya tetap melewati jaringan transmisi PLN. Swasta akan membayar PLN untuk “menyewa” jaringan tersebut. Ini berbeda dari skema tradisional di mana PLN adalah satu-satunya penjual listrik bagi konsumen. (Penjelasan tentang power wheeling ada di artikel saya sebelumnnya: link)
Dengan pemahaman dasar ini, mari kita telusuri apakah benar skema ini mengancam atau justru membawa manfaat bagi PLN.
Inti Perdebatan
Perdebatan seputar Power Wheeling sering kali terasa mandek.
Pihak yang kontra berpendapat bahwa skema ini bertentangan dengan UUD 1945, yang mengamanatkan listrik sebagai sektor yang dikuasai oleh negara. Mereka khawatir skema ini hanya akan menguntungkan oligarki dan membuka jalan bagi liberalisasi sektor listrik, yang dianggap dapat melemahkan kontrol negara.
Di sisi lain, pihak yang pro berargumen bahwa Power Wheeling bisa mempercepat pengembangan energi terbarukan dan menciptakan iklim investasi yang lebih menarik. Dengan meningkatnya investasi, mereka yakin transisi energi di Indonesia akan lebih cepat tercapai.
Jika kita perhatikan lebih dalam, kedua pihak sebenarnya tidak benar-benar membahas isu yang sama. Ini adalah salah satu alasan mengapa perdebatan tidak pernah mencapai titik temu. Karena itu, langkah pertama untuk menyelesaikan perdebatan ini adalah menyamakan tujuan.
Menyamakan Tujuan
Setiap perdebatan yang konstruktif memerlukan kesamaan tujuan. Dalam konteks sektor energi, ada tiga tujuan besar yang pasti disetujui oleh semua pihak:
- Keamanan Suplai Energi (Energy Security): Suplai listrik harus stabil dan andal. Tidak boleh ada pemadaman atau gangguan yang merugikan konsumen.
- Keterjangkauan Harga Energi (Energy Affordability): Listrik harus terjangkau dan bisa diakses oleh seluruh masyarakat, termasuk di daerah terpencil.
- Keberlanjutan Energi (Energy Sustainability): Energi harus diproduksi dengan cara yang ramah lingkungan, dan transisi ke energi terbarukan menjadi kunci untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Dengan berpegang pada tiga tujuan ini, kita bisa menilai apakah Power Wheeling menguntungkan atau tidak. Cost and benefit analysis adalah salah satu metode yang sering digunakan untuk menilai kebijakan. Misalnya, kita bisa mengevaluasi dampak Power Wheeling terhadap stabilitas jaringan listrik, apakah harga listrik akan naik atau turun, dan apakah skema ini benar-benar mempercepat transisi energi. Semua ini bisa diukur secara objektif dengan data.
Kekhawatiran Berlebih, Perlu Bukti
Melihat dari sudut pandang PLN, wajar jika ada kekhawatiran bahwa Power Wheeling akan mengurangi pangsa pasar mereka. Namun, perlu diingat bahwa PLN sudah terbiasa dengan kehadiran swasta melalui skema IPP, captive power, atau wilayah usaha yang juga melibatkan sektor swasta dalam ketenagalistrikan.
Alih-alih terus khawatir, PLN bisa mengambil langkah lebih proaktif dengan mencoba skema ini dalam skala kecil terlebih dahulu. Pilot project bisa menjadi solusi praktis untuk menguji kekhawatiran tersebut.
Vietnam, misalnya, melalui Kementerian Perdagangan dan Industri (MOIT) dan Vietnam Electricity (EVN), menjalankan pilot project direct Power Purchase Agreement (PPA) pada 2022–2024. Hasil dari proyek ini digunakan untuk menentukan mekanisme harga sewa jaringan di masa depan. Ini contoh konkret bagaimana teori bisa diuji dalam kenyataan. Malaysia juga melakukan pilot project CRESS (Renewable Energy Supply Scheme) dengan skema akses pihak ketiga, di mana swasta diizinkan mengakses jaringan transmisi milik Tenaga Nasional Berhad (TNB).
Indonesia bisa belajar dari negara-negara ini dan melakukan proyek percontohan serupa di daerah industri, perkotaan, atau kawasan terpencil. Dengan demikian, PLN bisa mengumpulkan data konkret tentang bagaimana Power Wheeling mempengaruhi stabilitas jaringan, menarik investasi, dan dampaknya pada finansial perusahaan.
Perspektif Baru
Perlu diingat bahwa PLN adalah perusahaan persero dengan tujuan mencari keuntungan. Dari laba tersebut, PLN punya tanggung jawab untuk menjamin suplai listrik yang handal di seluruh Indonesia. Namun, kenyataannya, PLN kerap kali kesulitan secara finansial. Tarif listrik yang ditetapkan pemerintah sering kali lebih rendah dari biaya operasional, membuat PLN bergantung pada subsidi dan kompensasi pemerintah.
Dengan kondisi ini, PLN kekurangan dana untuk membiayai proyek besar, seperti investasi jaringan transmisi dan distribusi. Tetapi, Power Wheeling bisa menjadi peluang baru bagi PLN. Selama ini, transmisi dan distribusi dilihat sebagai beban — aset yang mengeluarkan biaya, tapi tidak menghasilkan pendapatan langsung. Power Wheeling bisa mengubah pandangan ini.
Dalam skema ini, PLN bisa mendapatkan pendapatan dari sewa jaringan transmisi yang digunakan oleh swasta. Pendapatan ini bisa digunakan untuk investasi jaringan baru, yang akan membawa banyak manfaat, seperti:
- Meningkatkan akses ke pelanggan baru, baik dari pihak swasta maupun masyarakat umum.
- Menambah pendapatan melalui sewa jaringan yang digunakan oleh pihak ketiga.
- Meningkatkan stabilitas jaringan listrik dengan infrastruktur yang lebih baik.
- Mempermudah akses ke sumber energi terbarukan yang sebelumnya sulit dijangkau, terutama di daerah terpencil.
Dengan memanfaatkan peluang ini, PLN bisa memperkuat posisi finansialnya dan memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Penutup
Jadi, bagaimana menurut Anda? Apakah Power Wheeling benar-benar ancaman bagi PLN, atau justru peluang emas untuk mengembangkan bisnis baru dan meningkatkan stabilitas listrik nasional? Perdebatan ini masih berlangsung, tapi mungkin dengan perspektif baru, kita bisa menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak. Bagaimana pendapat Anda? Apakah Power Wheeling bisa membawa keuntungan bagi semua pihak yang terlibat?